Jika fungsi agama adalah menjaga, maka fungsi negara adalah untuk menjalankan apa yang telah dijaga oleh agama, jika suatu negara dirasa belum mampu menjalankan tugas dengan benar, maka agama boleh menegurnya. Menegur tak harus dengan cara radikal dan frontal hingga membuat seluruh warga dan pemeluk agama gaduh bahkan hingga mengkafirkan, meremehkan dan mengganggap bahwa dirinyalah yang paling benar. Melihat, membaca dan mendengar isu – isu fanatisme dalam beragama seperti melihat kebhinekaan yang telah diperjuangkan oleh para pahlawan untuk memerdekan negeri ini telah hancur dan pecah.
Melihat kembali kepada sejarah kemerdekaan negeri ini, yang mendapat kemerdekaan dengan mempersatukan suku, ras, agama dan budaya untuk merebut kemerdekaaan hingga muncul lah semboyan “Bhineka Tunggal Ika”. Jika keragaman suku, budaya dan ras mampu mengantarkan Indonesia pada persatuan dan kemerdekaan maka yang menjadi pertanyaan, mengapa agama menjadi pemicu perpecahan dewasa ini?.
Agama yang seharusnya menjadi penjaga bagi masyarakat dan negara kini menjadi alat penghancur kebhinekaan dan kedaulatan negeri ini, yang membuat masyarakat Indonesia terlalu sibuk dan fanatik dengan agama dan alirannya hingga mereka lupa bahwa negeri ini sudah tak memiliki kedaulatan lagi. 90% Migas milik Indonesia telah dieksploitasi oleh negara asing, belum lagi kasus Freeport yang masih belum jelas statusnya atau pulau natuna yang sudah tak pernah lagi terurus, akan tetapi tak pernah ada yang memikirkan tentang nasib negeri mereka yang sudah kehilangan martabat karena mereka terlalu sibuk memikirkan bahwa agama mereka lah yang paling benar.
Indonesia negeri ber-bhineka yang meiliki berbagai macam perbedaan suku, ras, budaya dan agama akan tetapi tetap memiliki satu tujuan, agama harusnya menjadi pemicu untuk tumbuhnya rasa nasionalisme dalam diri mereka, bukan menjadi pemicu perpecahan mereka. Karena tanpa rasa nasionalisme tak akan pernah tercipta kebhinekaan dan kedaulatan yang telah diperjuangkan oleh para pahlwan terdahlu.
Penulis : Sahabati Athiya
Tag :
Opini
0 Komentar "Nasionalis, Tanpa Fanatis Keagamaan"