Sebenarnya saya tidak pantas untuk menanggapi artikel yang ditulis oleh sahabati herwiningsih, karena saya bukan siapa-siapa di PMII, seyogyanya yang lebih pantas yang menanggapi ialah sahabat-sahabati yang mempunyai pemegang kebijakan baik pengurus rayon maupun komisariat. Akan tetapi dengan keadaan yang semakin rumit dengan pembahasan semakin melebar dari topik yang di angkat oleh sahabati herwiningsih, dan saya merasa artikel tersebut bukan hanya sekedar untuk PMII Al-Qolam saja, akan tetapi lebih di khususkan lagi untuk rayon “liberalis” averrous. Saya selaku ketua rayon pertama rayon “liberalis” averrous sakit hati apabila tidak ikut andil untuk menanggapi tulisan sahabati herwiningsih tersebut.
Baca Juga : PMII Al-Qolam "Wadah Pembentuk Karakter Kader Liberalis"
Menarik sekali dari tulisan sahabati herwiningsih yang berjudul : PMII AL-QOLAM “Wadah Pembentuk Karakter Kader Liberalis”. Dari tulisan tersebut jelas sekali arahnya adalah sebuat kritikan pedas kepada kader PMII Al-Qolam, yang dianggap telah hilang nilai nilai pergerakan PMII, baik sahabat maupun sahabati dengan bukti yang terpapar jelasnya.
Ada beberapa hal menarik yang perlu saya tanggapi untuk diluruskan dari tulisan tersebut : pertama, judul artikel yang diangkat, PMII AL-QOLAM “Wadah Pembentuk Karakter Kader Liberalis”. Yang mana isi dari artikel tersebut menggambarkansisi negatif keadaan kader PMII Al-Qolam yang dikaitkan dengan pemahaman liberalis yang sangat dangkal, sehingga timbul persepsi, PMII Al-Qolam tak lagi menganut faham ahlus sunnah wal jamaah melainkan faham liberal. Kedua, gerakan PMII Al-Qolam yang dianggap menyimpang dari nilai-nilai PMII, ada enam poin yang dijadikan masalah dalam artikel tersebut untuk mengklaim PMII telah menyimpang arahnya dari menghidupkan nilai-nilai keislaman berubah melunturkan norma-norma islam secara terang-terangan.
Pertama :Tidak lepas dari sejarah runtuhnya rezim orde baru di tangan mahasiswa tahun 1998 merupakan usaha dimana mereka mempertahankan serta terus berusaha membebaskan kekangan rezim waktu itu. Sebelumnya, mahasiswa serta seluruh lapisansangat dikekang untuk melakukan sebuah diskusi tentang reaksi tanggapan negatif atas kebijakan pemerintah, tidak hanya perbuatan bahkan pemikiran sangat dikekang serta seakan merupakan pelanggaran keras apabila terjadi suatu reaksi gerakan menuntut aspirasi ketidaksejalanan kebijakan pemerintah terhadap rakyat, contoh yang sangat jelas hilangnya penyair demonstrasi Widji Tukul pada saat melawan kebijakan pemerintah orde baru yang sampai saat ini tidak diketahui keberadaanya.
Oleh karena itu, runtuhnya rezim orde baru merupakan gerbang akan kebebasan setiap individu untuk dapat berfikir, bertindak serta mengawal seluruh kebijakan pemerintah khususnya. Kebebasan itulah yang kemudian dijadikan istilah oleh ahli terpelajar timur dengan nama LIBERAL dalam pandangan filsafat,dimana kebebasan berfikir, berpendapat, dan bertindak merupakan acuan utama tanpa terikat terhadap apapun.
Akan tetapi ketika liberal sudah dikaitkan dengan sebuah organasisi, tentu kebebasan tersebut harus bisa dipertanggungjawabkan dengan mengikuti aturan main di organisasi tanpa melanggar AD/ART (Anggaran Dasar / Anggaran Rumah Tangga) dan aturan-aturan yang lainnya.
Dan perlu diketahui artikel yang ditulis oleh sahabati herwiningsih yang mempunyai persepsi bahwa PMII Al-Qolam sudah tidak lagi menganut faham Ahlussunnah Wal Jamaah (ASWAJA) melainkan faham liberal ditinjau kembali, karena PMII memaknai aswaja sebagai manhajul fikr, yaitu metode berfikir, agar tidak kaku dan selalu ada ruang untuk ditafsiri ulang untuk disesuaikan dengan kondisi sosial yang sedang berkembang. Tentu untuk menafsiri ulang agar sesuai dengan kondisi sosial yang sedang berkembang butuh kejelian dan kebebasan dalam berfikir, bertindak dan bergerak. Baik Ahlussunnah Wal Jamaah sebagai manhajul fikr dalam perspektif sosial ekonomi, perspektik sosial politik, hukum dan ham, perspektif sosial budaya dan lainnya.
Kedua :Perlu diketahui, saya mengapresiasi sekali pada poin yang kedua ini karena kritikan yang bernada sama seperti atikel yang di tulis oleh sahabati herwiningsih telah banyak saya dengar, mulai dari hal yang bersifat romantisme percintaan antar kader yang dibawa kedalam ranah organisasi, dan hal yang bersifat individu antara hubungan manusia dengan Sang Kholiq.
Akan tetapi keadaan semacam itu bukan menjadi landasan kita untuk mengklaim PMII Al-Qolam telah menyimpang dari nilai-nilai organisasi, dan PMII Al-Qolam pembentuk karakter kader liberalis, karena kader yang melakukan romantisme percintaan antar kader yang dibawa kedalam ranah organsisi adalah oknum. Masih banyak kader yang mempunyai nilai positif dan masih banyak juga gerakan PMII Al-Qolam yang bersifat agamis, dan ini bukan hanya aggapan semata yang tidak bisa dibuktikan dengan keadaan PMII Al-Qolam saat ini.
Seperti yang telah disebutkan dalam artikel sahabati herwiningsih, PMII mempunyai tujuan yang telah tercantum dalam AD/ART, tentu sudah jelas arah gerakan PMII Al-Qolam arahnya kemana. Cara kader PMII Al-Qolam berproses untuk mencapai tujuan PMII, tentunya berbeda-beda dengan menggunakan pemikiran yang liberal untuk mencari jati diri, dengan kebebasan berfikir, bertindak dan bergerak seperti yang telah saya paparkan di atas. Karena untuk mencapai tujuan tersebut tidak hanya ada satu jalan untuk semua kader, akan tetapi banyak jalan yang bisa dilalui, dan hal tersebut sudah bisa dibuktikan dengan adanya struktur organisasi rayon maupun komisariat, yaitu ketua I : kaderisasi dan intelektual, ketua II : gerakan dan jaringan, ketua III : pengembangan organisasi dan keagamaan. Yang menjadi pertanyaan saat ini adalah, petama, apakah gerakan yang dianggap menyimpang dari nilai-nilai organisasi PMII yang telah di paparkan oleh sahabati herwiningsih itu bisa menjamin tidak tercapainya kepada tujuan PMII ?. Kedua, apakah saat ini kader PMII Al-Qolam yang masih berproses di PMII bisa menilai PMII Al-Qolam menyimpang dari tujuan PMII ?.
Saya merasa pertanyaan-pertanyaan di atas kelihatan konyol, akan tetapi saya berharap sahabati herwiningsih bisa menjawab atas pertanyaan tersebut. Karena dengan jawaban itulah nantinya di harapkan bisa menjawab persepsi dari sahabati herwiningsih yang saya anggap kurang benar.
Saya teringat dari salah satu dosen Al-Qolam, yang mengatakan PMII (Pergerakan Mahasiswa Insyaallah Islam), dosen tersebut mengatakan seperti itu karena tidak paham dengan PMII, dia cuma melihat PMII dari luarnya saja tidak berani melihat isinya di dalam bagaimana, ketika ada kader PMII tidak sholat, pacaran, dll, langsung mengklaim PMII jelek, itu salah besar. PMII tidak pernah mengajarkan kadernya untuk tidak sholat, PMII tidak pernah menganjurkan kadernya harus melakukan romantisme sesama kader, akan tetapi ketika ada kader yang seperti itu bararti itu adalah oknum. Karena memang ketika sudah masuk konteks hubungan manusia dengan Sang Kholiq, itu adalah urusan individu setiap kader.
Perlu diketahui bersama cinta kepada lain jenis merupakan hal yang fitrah bagi manusia. Karena sebab cintalah, keberlangsungan hidup manusia bisa terjaga. Oleh karena itu, Allah menjadikan wanita sebagai perhiasan dunia dan kenikmatan bagi penghuni surga. Islam sebagai agama yang sempurna juga telah mengatur bagaimana menyalurkan fitrah cinta tersebut dalam syariatnya yang rahmatan lil ‘alamin. Namun, bagaimanakah jika cinta itu disalurkan melalui cara yang tidak syar’i?. Dalam Al-Quran sudah jelas Allah berfirman,
ولا تقربزوا الزنا انه كان فاحشة وساء سبيلا
“Dan jangankan kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk. “(QS. Al Isro’ [17] : 32)”
Dalam Tafsir Jalalain dikatakan bahwa larangan dalam ayat ini lebih keras dari pada perkataan ‘janganah kamu melakukannya’. Artinya bahwa jika kita mendekati zina saja tidak boleh, apalagi sampai melakukan zina, jelas-jelas lebih terlarang.
Asy Syaukuni dalam Fathul Qodir mengatakan, “Apabila perantara kepada sesuatu yang dilarang, tentu saja tujuannya juga haram dilihat dari maksud pembicaraan.”
Dilihat dari perkataan Asy Syaukuni ini, maka kita dapat simpulkan bahwa setiap jalan (perantara) menuju zina adalah sesuatu yang terlarang. Ini berararti memandang, berjabat tangan, berduan dan berbentuk lain yang dilakukan dengan lawan jenis karena hal itu sebagai perantara suatu hal yang terlarang.
قل للمؤمنين يغضوا من ابصارهم ويحفظوافروجهم
“katakanlah kepada laki-laki yang beriman : “hendaklah mereka menundukkan pandangannya dan memelihara kemaluannya.” (QS. An Nuur [24] : 30)
Dalam lanjutan ayat ini, Allah juga berfirman,
قل للمؤمنات يغضضن من ابصارهن ويحفظن فروجهن
“katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman : “hendaklah mereka menundukkan pandangannya dan memelihara kemaluannya.” (QS. An Nuur [24] : 31)
Ibnu Katsir ketika menafsirkan ayat pertama di atas mengatakan, “Ayat ini merupakan perintah Allah kepada hambanya yang beriman untuk menundukkan pandangan mereka dari hal-hal yang haram. Janganlah mereka melihat kecuali apa yang dihalalkan bagi mereka yang dilihat (yaitu pada istri dan mahromnya). Hendaknya mereka juga menundukkan pandangannya dari hal-hal yang haram. Jika memang mereka tiba-tiba melihat sesuatu yang haram itudengan tidak segaja, maka hendaklah mereka memalingkan pandangannya dengan segera.”
Ketika menafsirkan ayat kedua di atas, Ibnu Katsir juga mengatakan, “katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman : hendaklah mereka menundukkan pandangan mereka, yaitu hendaklah mereka menundukkannya dari apa yang Allah haramkan dengan melihat kepada orang lain suaminya. Oleh karena itu, mayoritas ulama berpendapat bahwa tidak boleh seorang wanita melihat laiki-laki lain (selain suami atau mahromnya) baik dengan syahwat dan tanpa syahwat”.
Maka dapat diluruskan bahwa pernyataan sahabati herwingsih yang mengatakan bahwa PMII Al-Qolam membentuk karakter kader liberalis tidak seperti apa yang diharapkan dengan diresmikannya nama “Liberalis” sebagai jargon Rayon Averrous. Karena ketika berbicara masalah teologis, liberalis yang di gambarkan oleh sahabati herwiningsih mengklaim liberal adalah faham yang dianut oleh PMII Al-Qolam, bukan lagi sebagai proses berfikir dan bertindak dengan tanda kutip tanpa melanggar nilai-nilai PMII yakni adanya Tauhid, Hablum Minallah, Hablum Minannas dan Hablum Minal Alam, yang dijadikan sebagai Nilai Dasar Pergerakan (NDP). Akibat dari pemahaman liberalis yang kurang pas dengan harapan kita selama ini, maka timbul lah persepsi yang kurang benar dengan realita yang ada pada saat ini, dengan menyatakan akibat terjadinya pergaulan antar lawan jenis yang menyimpang dari koridor Islam dan hilangnya kemurnian Tauhid pada diri anggota, itu efek dari liberalis tersebut.
Maka untuk mengembalikan pemahaman yang kurang pas tersebut perlu pengkajian khusus masalah liberalis, tentu saya tidak bisa menyatakan pemahaman sahabati heriningsih salah, karena memang menafsiri liberalis bisa multi versi, tergantung bagaimana orang memandang liberalis dari sudut pandang yang mana.
Dengan demikian liberalis yang saya harapkan selama ini akan menjadi kekuatan terbesar yang dimiliki oleh PMII Al-Qolam untuk memaknai ASWAJA sebagai manhajul fikr, yaitu metode berfikir, agar tidak kaku dan selalu ada ruang untuk ditafsiri ulang untuk disesuaikan dengan kondisi sosial yang sedang berkembang, baik Ahlussunnah Wal Jamaah sebagai manhajul fikr dalam perspektif sosial ekonomi, perspektik sosial politik, hukum dan ham, dan perspektif sosial budaya.
#salampergerakan
Penulis : Sahabat Muhammad Ruji
0 Komentar "Liberalis “Sebagai Proses Berfikir dan Bertindak Tanpa Melanggar Nilai-Nilai PMII”"