![]() |
Oleh : Uswtun Hasanah |
Selama ini orang sering mencampuradukkan
pengertian gender dan kodrat, dikarenakan kodrat yang dimiliki perempuan dan
laki-laki tersebut. Masyarakat mulai memilah-milah peran sosial seperti apa
yang (di anggap) pantas untuk laki-laki dan bagian mana yang (di anggap) sesuai
bagi perempuan. Misalnya, hanya karena kodrat perempuan mempunyai rahim dan
bisa melahirkan anak maka kemudian berkembang anggapan umum dimasyarakat bahwa
perempuanlah yang bertanggungjawab mengurus anak. Selanjutnya anggapan tersebut
terus berkembang jauh dimana perempuan tidak pantas sibuk diluar rumah karena
tugas perempuan mengurus anak akan terbengkalai. Kebiasaan ini lama kelamaan
berkembang di masyarakat menjadi satu tradisi dimana perempuan di analogikan
dengan ekerjaan domestik dan ‘feminin’ sementara laki-laki dengan pekerjaan
publik dan ‘maskulin’.
Di daerah kita masing-masing sering kita
jumpai seorang istri yang memilih bekerja dirumah dan suaminya memilih bekerja
buruh di pabrik, pada saat mengambil keputusan di keluarga istri bebas
menentukan apakah dia ingin bekerja diluar rumah atau di dalam rumah. Demikian
juga sang suami tidak keberatan untuk bertukar peran suatu saat istrinya
mempunyai kesempatan bekerja di pabrik. Dalam hal ini kita bisa mengatakan bahwa
telah tercipta kesetaraan gender didalam keluarga tersebut. Istri tidak dipaksa
suami untuk tinggal dirumah dan suami tidak di haruskan bekerja di pabrik.
Mereka memilih peran tersebut atas dasar kemampuan dan keinginan masing-masing
pihak tidak ada paksaan dan tekanan dari istri maupun suami
Tidak sedikit orang yang masih
berfikiran bahwa membicarakan kesetaraan gender adalah suatu yang mengada-ada,
hal yang terlalu dibesar-besarkan. Kelompok orang-orang yang konservatif
seperti ini menganggap bahwa kedudukan laki-laki dan perempuan dalam keluarga
dan masyarakat harus berbeda. ‘’perempuan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi.
Percuma, menghabiskan biaya saja toh nantinya akan kembali juga ke dapur’’
pernah mendengar ungkapan seperti itu? Dari ungkapan tersebut sudah dapat kita
lihat ada dua hal yang mencerminkan tidak adanya kesetaraan gender. Yaitu,
perempuan tidak diberikan kesempatan yang sama dengan laki-laki untuk
mendapatkan ilmu, laki-laki tidak diberikan penghargaan yang sama dengan
perempuan jika mereka memilih memasak didapur. Pemikiran seperti ini umumnya muncul
pada kelompok masyarakat tradisional-patriakhi yang masih menganggap bahwa
sudah kodratnya perempuan untuk melakukan pekerjaan didapur. Bukan kodratnya
perempuan melakukan pekerjaan didapur karena kegiatan memasak tidak ada
kaitannya dengan ciri biologis yang ada pada perempuan.
Kegiatan memasak didapur atau kegiatan
domestik lainnya adalah suatu bentuk pilihan pekerjaan dari sekian banyak jenis
pekerjaan yang tersedia (Misalnya guru, dokter, pilot, supir, montir dll) yang
tentu saja boleh dipilih oleh perempuan ataupun laki-laki. Kesetaraan gender
memberikan pilihan peluang dan kesempatan tersebut sama besarnya pada perempuan
dan laki-laki.
Tag :
Opini
0 Komentar "MENGAPA PEREMPUAN ?"