Namaku
Ilham Maulana pangilanku sehari-hari Ilham, di sinilah aku memulai
perjalananku.Ketika aku merantau di suatu tempat dimana disitu adalah suatu
pedesaan yang tempatnya sangat indah dan strategis, disanalah tempat
persinggahan yang aku jelajahi dalam mencari jati diri.Sedikit demi sedikit aku
mulai merasakan arti kehidupan, melangkah sepanjang jalan untuk mencari jawaban
yang tak bisa aku temukan.Aku tak henti mencari walaupun aku berteman dengan
sepi, dalam renunganku aku sempat berfikir kenapa aku melakukan hal yang tak
pasti dan kenapa aku harus melakukannya? Tetapi aku terus yakin apa yang selama
ini aku cari.
Hari
semakin berlalu siang bergati malam, namun semua itu tak menghalangi
perjalananku.Aku melihat beberapa orang yang setiap harinya beraktivitas penuh
dengan makna, mereka berpeluh keringat dan luka dalam menjalani kehidupan. Aku
tak tahu apa yang seharusnya aku cari, jalanku masih panjang dan tak ada habisnya aku berjalan.
Satu bulan kemudian….
Seperti
biasanya aku hidup sendiri dan mulai mencari apa yang aku cari, dihari yang
cerah ini langit begitu indah dan awan putih menghiasi langit biru. Dihari itu,
aku terus berjalan tampa henti, hari demi hari aku lalui namun aku masih tidak
mengerti tentangsemua ini, aku terus mencoba tetap sabar.
Masalah-masalah
yang aku jalani tidak mudah terselesaikan, aku sempat berfikir untuk melarikan
diri dari masalah.Mencoba berpaling dari semua ini, hidupku semakin kacau dan
tak karuan sementara itu aku melihat seorang gadis yang lugu.Dia terus
memandangiku dengan penuh senyuman dipipinya, dia menghampiriku dan berkenalan
denganku.
“Kamu siapa?”
“Aku ilham.”
“Kamu dari mana?
“Aku delima.”
“Maaf aku harus pergi.”
(tanpa menghiraukan dia yang sedang termangu).
Pada
waktu itu aku merasa kesepian, entah apa yang harus aku lakukan? Aku merasa
kesepianku tiada artinya.Seketika aku mulai membuka mataku dipagi hari, aku
merasa bebanku mulai berkurang.tetapi aku masih terbelenggu dalam
permasalahan.Aku sadar hidup ini penuh dengan lika-liku kehidupan yang harus
aku jalani dan menghadapi masalah-masalah yang menghadang disetiap kehidupan,
mungkin ini jawaban yang selama ini aku cari.
Aku
mencoba untuk tersenyum pada hidupku agar hidupku penuh dengan warna mengalir mengikuti arus, disanalah aku
mencoba untuk mengartikan hidup. Air keruh bisa berubah menjadi air susu,
disanalah angin berhembus kepenjuru alam.
Aku
terus berjalan mengikuti arah hatiku dan aku tak mau lagi mengelak dari
masalah, aku sudah lelah dengan jati diriku yang dulu. Aku ingin mencari jadi
diriku yang sesungguhnya, mungkin aku harus berpeluh kepada Tuhan agar jalanku
dapat aku lalui tampa lika-liku. Aku yakin dalam masalah ini terdapat hikmah
yang terkandung, aku harap semua ini bisa aku ambil hikmahnya dibalik
permasalahan ini.
Apakah aku yakin dengan apa yang aku lakukan?
Aku sempat berfikir kalau ada kesempatan aku akan mencari orang yang
memperhatikanku dalam hidup yang tak begitu terang. Apakah orang yang aku
harapkan akan menerimaku? Hidupku sangat suram dan penuh duri yang setiap
melangkahkan kakiku selalu tertusuk duri yang tajam, semua yang aku lakukan
hanya membuat perasaan menjadi kepalsuan.
Aku
harus bagaimana lagi agar semua orang dapat menerima kehadiranku, aku terus
berusaha agar semua orang percaya padaku. Seketika aku merenungi hidupku, aku
merasa sedang diawasi oleh seorang gadis, “gadis yang bernama
Delima”, mungkin dia tidak tahu kalau dia sudah terlihat
olehku.
(Dia menghampiriku, lalu bertanya padaku.)
“Sedang apa dirimu?” gadis itu bertanya
“Aku lagi merenung….”
“Memang apa masalahmu kayaknya lagi ada masalah?” gadis
itu sambil menatapku
“Aku tidak tahu harus gimana lagi…aku sedang dilanda masalah
yang tak mudah diselesaikan.
Semenjak
hari itu aku selalu berbagi dengan gadis itu, gadis yang bernama Delima. Hari
demi hari kita lewati bersama tanpa ada kekecewaan diantara kita ,… dia gadis
yang anggun dan lugu, aku merasa berwarna saat dia masuk di kehidupanku.
Disaat
aku berada disisinya hidupku terasa hangat dan berwarna, mungkin dia tidak tahu
latar belakangku yang suram. Dia begitu perhatian dan penuh perasaan, namun aku
tidak merespon akan hadirnya rasa itu.
Aku
sadar bahwa aku tidak bisa memberikan setitik cinta, tetapi dia telah
menghujaniku dengan cinta.Karena itu aku takut membuat dia sakit dengan
keadaanku yang tak tentu, aku tak pantas untuk dia karena itu aku menahan rasa
yang terbelenggu.Dia mulai bertanya tentang perasaanku.
“ delima: apakah salah bila air dan api bersatu?”
(sambil melihat kedua mataku)
Aku
tidak bisa menjawab pertanyaan yang menerpaku, dia terus saja memandangi
wajahku.Aku tak sanggup menatap wajahnya, namun dia terus memaksaku dengan
wajah yang serius untuk memaksa jawaban keluar dari mulutku.Ditempat danau
kecil ini yang dihiasi dengan pepohonan cemara, disinilah terjadinya percakapan
yang sangat menegangkan.
“ apa penting jawabanku bagimu?”
“ ya..karena inimenyangkut masa depanku.”
“ sepenting itukah!!!”
“jangan ragukan lagi, ini adalah takdir yang harus
dijalani semua orang”
“ apakah ini memang takdir kita?”
“ mungkin, tapi aku yakin.”
Disaat
percakapan berlangsung, tiba-tiba hujan turun dan membasahi tubuh kita,
disitulah jawabanku dilontarkan padanya.Tepat di bawah pohon yang sedang kita
teduhi, percikan air semakin keras menerpa kami, aku semakin tidak tega melihat
tubuhnya menggigil sampai bibirnya memutih. Waktu semakin senja dan aku sudah
berfikir tentang semua itu;
“Baik, aku akan mencoba ngejalanin semua hidupku
denganmu. Tapi jangan menyesal aku tak sempurna.”
“Aku siap menerima semua itu, asalkan kau percaya akan
hadirku disisimu.”
Satu minggu kemudian rasa itu mulai tumbuh dalam hatiku,
semakin aku jalani semakin aku takut terjerumus dalam kemunafikan, namun tak
tahu kenapa perasaanku mengalir bagai mengikuti arus.Percuma aku tentang jika
akhirnya menjadi debu yang berterbangan, mungkin ini jalan yang aku cari, akhir
dari kisah perantauanku.
Disaat
aku sedang termangu, delima datang menghampiriku lalu ia berkata.
“Maukahkau kerumah menemui orang tuaku?”
(aku hanya termangu dan heran)
“Kenapa??Kamu tidak mau?”
“Baik, tetapi apa aku siap menemui kedua orang tuamu?”
“Percayakanpada dirimu sendiri…..”
Apa yang
mendorongku sehingga aku menyetujuinya, aku tidak yakin akan kehadiranku.
Pegangan tangannya selalu membuatku tak berdaya akan semua permintaannya,
akusempat bertanya pada diriku sendiri. Apakah ini yang aku cari sejak dulu?.
Ketika
kita berjalan sambil berpegangan tangan dan sambil bertatap muka, aku melihat
pelangi diatas langit bersama awan.Aku berfikir hidupku seakan-akan menyamai
seperti pelangi dan awan, aku semakin yakin jati diriku berada disamping Delima.Dia
gadis yang membawa keindahan, kenyamanan dalam hidupku.
Disaat
sore hari, aku bergegas kerumah delima dan disana aku mendapatkan sebuah caci makian
oleh orang tua Delima. Karena latar belakangku yang tidak jelas asal-usulnya,
orangtua Delimamenyuruhku untuk menjauhinya, mungkin ini rintangan dan masalah
yang telah menghadangku, aku terus bersabar dan tidak berputus asa. Ini adalah
jawaban yang aku cari-cari dalam hidupku, aku terus berusaha agar kedua orang
tua delima menerima akan hadirku.
Rasa ini
begitu berarti aku tidak akan melepas begitu saja, meski hanya satu arti tetapi
itu sangat berharga tersimpan dalam hati. Delima terus meyakinkan kedua orang
tuanya dan pada saat itu delima jatuh pingsan, lalu ia dibawa kerumah sakit
untuk diperiksa.
Sebulan kemudian, rasa ini masih tetap terombang-ambing
dalam masalah yang tak mudah kita lalui.Sebelum aku mengenal Delima, ternyata
Delima telah di jodohkan oleh orang tuanya.Namun Delima tidak tau tentang
perjodohan ini, Ayahnya menjodohkan Delima dengan pengusaha yang dulu teman
baiknya, tak dapat di pungkiri lagi semua itu di luar dugaan Delima.
Delima
masih belum sembuh dari penyakitnya, dia sangat terkejut mendengar
perjodohannya dengan laki-laki yang di pilih oleh ayahnya. Ayahnya bersi keras
untuk menjodohkan putrinya, namun delima masih berbaring tampa ada kata
sepatahpun hanya bisa meneteskan air mata.
Semakin
hari keadaan Delima semakin buruk dia tidak mau makan dan minum obat, Ibunya
sangat resah melihat putrinya tersiksa dengan perjodohannya dengan laki-laki
pilihan ayahnya. Ibunya sangat mengerti sifat anaknya yang tak ingin di kekang,
sang ibu mencoba membujuk suaminya untuk mengerti tentang keadaan putrinya.
Namun suaminya tidak mau membatalkan perjodohan ini, walau sang ibu bersikeras
untuk membatalkan perjodohan ini. Tetap saja bujukan sang ibu tidak dapat
merubah keputusan sang Ayah, bujukan itu hanya sia-sia.
Aku
tidak mau berdiam diri saja, sedangkan Delima disana berjuang mati-matian
dengan tekanan batin yang sangat menghancurkannya.Aku harus berbuat sesuatu
untuk mendampingi delima meyakinkan Ayahnya, aku bergegas ke rumah Delima untuk
meyakinkan Ayahnya.Namun semua itu tak ada hasil hanya terbuang sia-sia,
melihat delima meneteskan air mata hatiku ingin mengucapkan sesuatu namun aku
tak punya daya apa-apa, Delima menatapku seakan-akan dia memberikan isyarat
padaku, saat itu aku mengucapkan sesuatu kepada ayah delima.
“mungkin anda benar, kalau saya tidak pantas dengan
Delima. Namun …kita yakin kalau jalan ini kita hadapi bersama, semua akan
menjadi mudah dan akan terbuka jalan yang kita lalui bersama.” (dengan penuh
percaya diri aku lontarkan kepada ayah delima)
Semua usahaku
sia-sia, tak mampu mengubah pendirian ayah delima, terkadang keberanian tidak
berjalan dengan terang. Masih ku teguhkan perasaan ini dengan keyakinan yang
menggebu-gebu, tak ada alas an untuk membalikkan badan walau hati penuh beban
tidak ku buat sebagai alas an untuk mundur.
Disaat saat aku berjuang melawan kepercayaan, entah
kenapa waktu itu hujan turun sangat lebat menerpa diriku yang sedang termangu.Aku
mengingat semua peristiwa saat bersama Delima, aku berpikir.Aku tidak bisa
memberikan setitik cinta, namun Delima menghujaniku dengan cinta.Sekarang
waktunya aku membalas dengan pengorbanan yang belum aku lakukan sebelunya.
Diwaktu orang tua Delima berada di dalam rumah dan Delima
mengintipku di jendela, aku yang sedang berada di tengah-tengah curah hujan.
Aku menantikan kepastian dari ayah Delima untuk memohon restu, namun Ayah
delima masih berdiam diri seolah-olah tidak memperdulikanku walau aku berada di
bawah curah hujan. Sampai aku merasa letih dan tak berdaya menghadapi hujan
yang membasahiku, aku tetap melawan meski tubuh ini terasa sakit.
Pada keesokan harinya aku telah terjatuh dan tak bisa
bangkit, aku berpikir, mungkin aku sudah kalah dengan cinta yang aku
pertahankan.Di saat keyakinanku telah pudar dan membeku, sinar matahari telah
menghampiriku.Di saat aku menerima kekalahan ini aku melihat Delima bergegas
dan tak peduli dengan sakit yang di deritanya dan dia tak peduli Ayahnya
menghalangi jalan, aku masih berbaring dan tak berdaya.Di saat aku membuka
mata. Aku sudah berada di pangkuan Delima yang sedang meneteskan air mata dan
air mata itu yang menyadarkan ku dari dunia yang kelam, saat Ayahnya berada di
belakang Delima. Ayahnya melihat tetesan air mata anaknya yang tak henti,
ayahnya mengucapkan sesuatu yang mungkin sulit untuk dipercaya.
“Jika itu memang yang terbaik untukmu nak, teruskan arah
cintamu dengan laki-laki itu.Aku akan bahagia jika dirimu bahagia.” (dengan
penuh rasa bersalah Ayah Delima mengatakannya)
Delima menangis bahagia mendengar perkataan ayahnya
dengan penuh senyum dimuka, tak kuasa menahan kebahagiyaan yang selama ini kita
impikan.Namun masih banyak rintangan yang menghadang, karena perjalanan kita
masih panjang untuk kita lalui.
Karya : Sahabat Faries Esthein
Tag :
Puisi
0 Komentar "PERJALANANKU"