Karya : Sahabati Herwiningsih (Kader Rayon Averrous)
Berjajar pilar-pilar Idiologi penuh
makna, menyuarakan akan kebenaran tanpa batas. Disuarakan dari berbagai agama
yang menjunjung tinggi sebuah arti kebenaran nan elok terdengar syahdu di
telinga penganutnya. Saat agama menyerukan akan dirinya “ Aku bukanlah pemisah
antara kau dan dia, tapi aku adalah sebuah pilihan dalam meraih tujuan dan
menyongsong kemilau sebuah permata. Namun, seruan itu hanya angin lalu tanpa
ada rasa hirau darimu. Kau sibukkan dirimu dengan pertikaian dan permusuhan.
Terkisah dari berbagai Idiologi yang
berbeda. Terangkai dalam ulasan kata bersenandung rasa. Dua sahabat dengan
perbedaan Teologi, hingga mengantarkannya ke jalan pertikaian.
“
Amir, kamu mau kemana?” Tanya Farhan.
“
Aku mau tahlilan…!!!” jawab Amir.
“
Tahlilan??? Itu bid’ah, Amir…” ungkap Farhan.
“
Iyalah, apa kata lho…” ucap Amir sambil berlalu dari hadapan Farhan tanpa
menghiraukan apa yang dikatakannya. Bagi
Amir itu tak perlu dipertikaikan, selama dirinya punya Imam dan tau akan
dasarnya.
Keesokan harinya, seperti biasa Amir
terlebih dahulu mampir ke rumah Farhan sebelum berangkat ke sekolah. “
Assalamu’alaikum…” terlihat Farhan yang tengah menyantap sarapannya “
Wa’alaikum salam, masuk, mir. Sarapan dulu ayo…!!! Ajak Farhan. Amirpun
terinspirasi melihat Farhan yang tengah serius menyantap sarapannya dengan
menggunakan sendok “ Farhan, Farhan… tau gak Rasulullah makan pake’ sendok
kah???” kritik Amir.
“ Enggak “ jawabnya tanpa konsentrasi.
“
Iya iya, berarti bid’ah dong kalo makan pake’ sendok…” sindir Amir.
“
Eh iya, mir. Terpaksa ini, masak makan pake’ kuah, sama tangan, mir”.
“
Kan, katanya sesuatu yang gak ada di zaman rasul itu bid’ah…” ucap Amir dengan
ketawa sedikit.
Beberapa hari kemudian mereka
mengikuti study tour di Solo, karena dalam keadaan musafir Amir pun menjamak
dan mengqosor sholatnya, di belakangnya ada Farhan yang tengah bermakmum
padanya. Tiba-tiba seusai mereka sholat Farhan berkata dengan nada kasar “ Mir,
kamu ini sesat??? Sholatnya kok kayak gitu, dirangkap-rangkap. Itu tidak
sesuai…!!!”
“
Apanya sih? Kenapa tadi kamu ikut makmum ke saya, kalau ujung-ujungnya
komeeeeen aja!!!” Jawab Amir
santai.
“
Tau ah…” Farhan beranjak.
“
Ya Allah, ampuni teman saya itu. Ketidak tauannya akan semakin melenyapkan
dirinya”.
Begitu
pula saat mereka melaksanakan sholat subuh terdengar Amir yang membaca qunut di
I’tidal kedua. Farhan pun mengecamnya kembali “ Amir, kenapa kamu baca
qunut???” Tanya ketus. “ Aku gak akan jawab pertanyaan-pertanyaanmu!” jawab
Amir sembari beranjak dari hadapan Farhan.
Amir begitu sangat berbeda
dibandingkan Farhan, ia begitu senang berkawan dengan siapa saja. Baik antara
sesama muslim ataupun non muslim, hingga ia banyak disegani oleh siapapun atas
keramahannya kepada sesama maupun toleransinya antar umat beragama. Siapa
sangka persahabatan mereka tiba terjadi pertikaian “ Kamu itu kafir, mir…!!!”
ucap Farhan dengan penuh emosi. “ Astaghfirulloh, Farhan. Jaga mulutmu…” jawab
Amir sedikit marah.
“
Orang yang bergaul dengan suatu golongan, maka orang itu juga termasuk golongan
itu. Kau pantas dibunuh ,mir”.
“
Apa??? Kamu mau membunuh sahabatmu sendiri???”
“
Apa boleh buat, kafir itu musuh islam”
“
Coba sebentar saja kamu baca surat Al-kafirun dan renungilah artinya….”
“
Untuk apa???”
“
Agar fikiranmu jernih kembali, Farhan… bukankah kita sama, sama-sama beragama
islam, sama-sama berpedoman Al qur’an dan Al hadist, kita juga bersaudara.
Karena semua umat islam itu bersaudara, kecamkan itu. Janganlah semudah itu kau
katakan jihad, seenaknya membunuh. Tanpa kau sadari kau akan membunuh
saudara-saudaramu sendiri. Sudah tertera dalam Alquran untuk saling
bertoleransi antar umat beragama. Islam itu indah, lembut, dan penuh kedamaian,
janganlah kau perlihatkan akan keangkuhan islam. Janganlah mengkafirkan orang
yang tak kafir. Berhentilah kamu dari kelompok-kelompok radikal yang hanya
membuat resah orang lain dengan embel-embel jihad. Menyerukan kata ALLOHU
AKBAR, tapi hatimu berpaling.” Amirpun beranjak dari hadapan Farhan dan tak
terduga Farhan menembak Amir hingga menghilangkan nyawanya. Dan hingga akhirnya
Farhan di eksekusi mati.
Sungguh malang, sungguh sayang saat
agama dan teologi yang dianggapnya benar, tanpa terbayang membawanya ke kolong
kefasikan. Dan membuka cakrawala kehancuran nan penuh ironi.
#####SEKIAN#####
Sumber Gambar Disini
Tag :
Cerpen
0 Komentar "Bukankah Kita Bersaudara"