Dalam
upaya untuk mempertahankan sebuah identitas Berbangsa dan Bernegara sangat
dibutuhkan oleh generasi muda untuk merekonsiliasi suatu pemahaman dan
keyakinan yang berbeda. Memahami arti penting generasi muda, bangsa asing sudah
berupaya ingin menghancurkan generasi muda bangsa Indonesia. Dengan mengubah mindset dengan pemanasan global. Tanpa
disadari oleh generasi muda, mereka sudah melenyapkan suatu identitas lokal
Bangsa untuk hiperkompetisi di era globalisasi. Bahkan mereka berupaya menebar
kebencian dengan opini yang mengubah suatu pemikiran dengan cara mengadu domba
yang mereka desain agar generasi muda Indonesia terbiasa dengan bertengkar,
anarkis dan susah bersatu serta sulit menerima perbedaan pemahaman dari orang
lain.
Seperti
kita ketahui dan rasakan bersama-sama, bahwa kita telah mamasuki abad 21 yang
dikenal dengan era global, yang mempunyai pengaruh yang sangat luas bagi
kehidupan tak terkecuali dalam sektor pergerakan (organisasi). Dikatakan
sebagai era global karena pengetahun dan profesional akan menjadi landasan
utama dalam segala aspek kehidupan, baik dalam bidang budaya maupun pendidikan,
karena budaya dan pendidikan merupakan landasan pokok setiap kehidupan. Era
globalisasi merupakan suatu dengan tuntutan yang lebih rumit dan menantang.
Suatu era dengan spesifikasi tertentu yang sangat besar pengaruhnya terhadap
dunia. Perubahan-perubahan yang terjadi selain karena perkembangan teknologi
yang pesat, juga diakibatkan oleh perkembangan yang luar biasa dalam
nilai-nilai budaya. Dampaknya adalah perubahan cara pandang manusia terhadap
manusia lain, cara pandang terhadap organisasi lain, perubahan peran mahasiswa
(kader), serta perubahan pola hubungan antar mereka.
Premis untuk memulai pemahaman yang berwawasan
global adalah informasi dan pengetahuan tentang bagian dunia yang lain harus
mengembangkan kesadaran kita bahwa kita akan dapat memahami lebih baik keadaan
diri kita sendiri apabila kita dapat memahami hubungan terhadap masyarakat lain
dan isu-isu global.
Dunia
pergerakan yang harusnya penuh dengan intelektual yang tinggi, tempat atau
wadah belajar tentang bersosial, mental yang kuat justru sekarang ini dekat
dengan tindakan apatis serta hedonisnya yang dipengaruhi oleh mode dan gaya
hidup luar negeri tanpa menyongsong atau mengembangkan budaya lokal. Dunia yang
seharusnya mencerminkan sikap-sikap intelektual, menjunjung tinggi nilai
kebangsaan dan mempertahankan suatu identitas dari Bangsanya sendiri, justru
telah dicoreng oleh segelintir oknum organisatoris yang tidak bertanggung jawab.
Realitas ini mengandung pesan bahwa dunia pergerakan harus melakukan evaluasi.
Sepertinya sudah saatnya melakukan pelurusan kembali atas pemahaman
memposisikan sebagai generasi muda Bangsa Indonesia.
Pemahaman
yang berbeda dan sulit untuk diterima oleh kalangan generasi muda lainnya
mengakibatkan bergesernya suatu fungsi organisasi secara perlahan baik di
kalangan internal (kader) maupun eksternal (masyarakat/sosial). Pergeseran ini
telah menyebabkan dua belah pihak tadinya sama-sama membawa kepentingan dan
saling membutuhkan, yakni kader lama dan generasi muda, menjadi tidak lagi
saling membutuhkan. Akibatnya pergolakan organisasi mengalami sebuah degradasi
yang sangat pesat pada pemanasan global. Dari sinilah konflik demi konflik
bermunculan sehingga pihak-pihak yang berada di dalamnya mudah frustasi lantas
mudah melampiaskan kegundahan dengan cara-cara yang tidak relevan.
Keberadaan
peran dan fungsi generasi baru merupakan salah satu faktor yang sangat
signifikan. Generasi baru merupakan bagian terpenting dalam proses perkembangan
suatu organisasi atau Bangsa baik di jalur sosial, ekonomi, budaya, politik dan
lebih jelas lagi dalam pemanasan globalisasi saat ini. Oleh sebab itu, dalam
setiap upaya peningkan kualitas kaderisasi (generasi baru) di bidang organisasi,
tidak dapat dilepaskan dari berbagai hal yang berkaitan dengan eksistensi kader
itu sendiri. Filosofi sosial budaya dalam organisasi di Indonesia, telah
mendapatkan fungsi dan peran kader sedemikian rupa sehingga para kader atau
generasi baru yang mulai bertumbuhan akan mempunyai peran ganda bahkan multi
fungsi. Mereka dituntut tidak hanya sebagai penggerak yang harus mampu
mentransformasikan nilai-nilai pengetahuan, tetapi sekaligus sebagai penjaga
atau pengawas generasi baru yang akan menghilangkan sebuah identitas Bangsanya.
Memperhatikan
peran kader dan tugas sebagai salah satu faktor determinan bagi keberhasilan
organisasi, terutama dalam menghadapi
suatu tantangan zaman yakni adanya era globalisasi, maka keberadaan dan
peningkatan seorang kader harus menjadi wacana yang sangat penting. Seorang
pergerakan dalam bidang kaderisasi di era globalisasi menuntut adanya manajemen
revolusi budaya dan profesional dengan bernuansa dalam tri-khidmat (Taqwa,
Intelektual dan Profesional).
Kemerosotan
kaderisasi bukan diakibatkan oleh penggerak atau suatu komando pasukan tetapi
oleh kurangnya kemampuan profesionalisme kader dan keengganan untuk berproses,
terkadang ingin yang lebih instan. Profesionalisme bukan sekadar pengetahuan
atau intelektual yang tinggi, dan manajemen tetapi lebih merupakan sikap,
perilaku, pengembangan profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan hanya
memiliki keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang
dipersyaratkan.
Kader
yang profesional pada dasarnya ditentukan oleh sikap dan perilakunya yang
berarti pada tataran kematangan yang mempersyaratkan kesedian dan kemampuan,
baik secara intelektual maupun pada kondisi yang prima. Profesionalisasi harus
dipandang sebagai proses yang terus menerus. Usaha meningkatkan profesionalisme
seorang kader merupakan tanggung jawab bersama antara kader sebagai pencetak
kader generasi muda selanjutnya.
Oleh
karena itu para kader dan calon generasi baru hendaknya mulai memahami,
menerapkan dan mengembangkan sikap-sikap serta perilaku dalam dunia pergerakan
melalui teladan baik dalam cara berpikir global dengan tindakan lokal maupun
dengan rekonsiliasi antar kader.
Pengembangan
profesional seorang kader menjadi perhatian secara global, karena kader
memiliki tugas dan peran bukan hanya memberikan informasi-informasi ilmu
pengetahuan dan teknologi, melainkan juga membentuk sikap dan jiwa yang mampu
bertahan menghadapai era hiperkompetisi. Salah satu tugas kader adalah membantu
calon kader generasi selanjutnya agar mampu melakukan adaptasi terhadap
berbagai tantangan dinamika organisasi dan kehidupan sekitar serta desakan yang
berkembang dalam dirinya terutama dalam menghadapi era globalisasi seperti saat
ini. Pemberdayaan kader ini memiliki kepribadian terutama aspek intelektual,
sosial, emosional dan keterampilan.
Tugas
mulia itu menjadi berat karena bukan kader yang harus mempersiapkan generasi
muda memasuki era globalisasi, melainkan harus mempersiapkan diri agar tetap
bertahan. Faktor-faktor penyebab rendahnya sikap profesional kader pada
penggerak generasi baru kita memang mudah. Baik institusi maupun isinya masih
memerlukan perhatian ekstra masyarakat maupun pemerintah. Dalam kaderisasi
formal, selain ada kemajemukan kader dan kepercayaan masyarakat yang kuat, juga
merupakan tempat bertemunya bibit-bibit unggul yang sedang tumbuh perlu
penyemaian yang baik. Pergerakan penyemaian yang baik itu adalah penggerak
seorang kader untuk menyiapkan generasi selanjutnya.
Oleh : Sahabat A m i n u l l a h
Tag :
Opini
0 Komentar "Berpikir Global dengan Tindakan Lokal "Menghadapi Tantangan Globalisasi""