![]() |
*Gambar : Sahabati Herwiningsing Sumber dari Facebook |
Mata boleh terpejam
Mulut
boleh terbungkam
Saat
hati mulai tenggelam
Tersadur
senja berangsur malam
Siapa
sangka hati yang kosong mampu terisi dua makna yang tak terduga
Antara
cita dan cinta
Bukanlah
harta kekayaan, bukan pula keturunan. Ketika takdir telah menyapa tak peduli
kakek bangsawan ataupun nenek hartawan. Tapi yang ada adalah kepercayaan dalam
hati, dan semangat membara dari jiwa yang pernah mati. Boleh kau terhina,
terjatuh dan tenggelam tuk menggapainya. Tapi kau tak boleh mati saat himpitan
mulai menjepitmu.
Aira
nama yang cukup sederhana tuk didengar, begitu pula dengan hidupnya. Terlahir
dalam keluarga terbilang menengah kebawah bukan suatu penghalang baginya tuk
menjadi orang yang luar biasa. Di tengah himpitan ekonomi ia bergelut menggapai
mimpi setinggi-tingginya meski tak tau bagaimana caranya. Keadaan orang tua
yang mulai rapuh dan ekonomi yang tak mendukung memaksanya tuk berhenti sejenak
dari belajarnya. Hingga mengantarkannya sebagai pelayan toko dengan gaji yang
hanya cukup untuk menyambung hidup. Tapi walau demikian ia tak mau tinggal diam
akan keadaannya yang kian memprihatinkan. Ia pergi meninggalkan keluarga ke
negara maju yang menjamin akan penghasilan yang lumayan untuk dirinya. Di
usianya yang masih terbilang muda tak mudah bagi orang tuanya tuk
memperbolehkannya berada jauh di negara orang tanpa adanya pantauan dari
keluarga. Tapi apalah daya, jika ia tak melakukannya sampai kapanpun ia tak
akan pernah bisa meraih mimpi-mimpinya.
Pikirannya
pun telah bulat, di akhir pekan dengan tekad yang membara ia pun berangkat ke
paris tuk menjadi tenaga kerja. Tangisan keluarga begitu sangat terdengar saat
ia melangkahkan kakinya. Dalam hatinya ia bertekad, kalau bukan sekarang kapan
lagi ia akan mengubah dunia. Dunia ini kejam, jika kekejaman itu tak dilawan
maka tunggulah dunia akan mempermainkanmu. Di manakah orang tua yang tak
bersedih melihat anaknya merantau ke negara orang yang hanya bermodalkan tekad
yang kuat.
“ Sudah bu, jangan menangis terus, bu. Kita
berdoa saja semoga Aira baik-baik saja di sana…” ucap pak Kardi.
“ Bagaimana ibu tidak menangis, pak. Melihat
anak merana di tempat orang sendirian. Ibu merasa bersalah tak dapat membuatnya
bahagia. Dan tak dapat memenuhi apa yang menjadi keinginannya”. Ungkap bu Parti
sedih.
“ Iya, bu. Bapak juga merasa bersalah, bapak
di sini tak mampu menjadi ayah yang baik, untuk Aira”.
Dua
tahun lamanya Aira merantau di negeri orang. Gadis cantik ini bekerja sebagai
pelayan toko di depan sebuah perguruan tinggi ternama di Paris. Ia lalui hari-harinya
dengan penuh semangat dan penuh akan kesabaran. Hingga tiba waktunya “ Siang,
saya mau beli….” Pinta seorang pembeli yang merupakan salah satu Dosen
perguruan tinggi itu. “ oh ya bapak, silahkan”. Jawab Aira. Dosen itu
menyodorkan kertas berisikan nama barang-barang yang hendak dibelinya.
“ where do you come from???” tanya dosen itu
pada Aira.
“ I come from Indonesia, sir!!!” jawab Aira
sambil memasukkan barang-barang belanjaan dosen itu ke dalam plastik. “ Yach???
Saya juga orang Indonesia. Sudah berapa lama bekerja di toko ini?”
“ Dua tahun, pak”.
“ Tidak kuliyah kah???”
“ Tidak, pak. Belum cukup biaya untuk
melanjutkan kuliyah”. Jawabnya dengan penuh kepolosan.
“ Oooo begitu? di Universitas ini menyediakan
biasiswa jika kamu mau. Yang terpenting bahasa Inggrismu lancar. Ini kartu nama
saya, jika kamu minat kamu bisa hubungi saya di nomer ini,oke”.
“ Iya, pak. Terimakasih”.
“ Sama-sama, ya sudah saya permisi dulu”.
Dosen itu pun beranjak dari toko itu.
Aira pun meneruskan pekerjaannya.
Senja
merah pun mulai menyapa, sudah saatnya Aira kembali ke tempat di mana ia
tinggal. Sesegera mungkin ia menutup toko itu, dan bergegas menuju tempat di
mana ia istirahat. Ia percepat langkahnya, hingga tanpa ia sadari ada mobil
yang melaju cepat dari arah kirinya dan “ Kriiiiiikt, sheeeet…” “ Aaaaaaaaa………”
mobil itu hampir menyentuh tubuhnya. Penumpang mobil itu pun turun “ Are you
oke???” tanyanya.
“ It’s oke,…!”
“ I am sorry yach…!”
“ yes, no problem…” aira mangambil tasnya yang
jatuh. “ I am sorry, you from Indonesia???” tanya pria tampan penumpang mobil
itu.
“ Yes, I am”.
“ Saya juga dari Indonesia, siapa namamu?”
“ Aira…”
“ Nama yang indah, seperti orangnya”.
“ Oke, saya permisi dulu….” Ucap Aira sambil
terburu-buru.
“ Hey, mau kemana? Tunggu… namaku Arman”.
Teriak pria itu. Ia pun berbalik arah, dan masuk ke mobil kembali “ Jalan pak…”
mobilpun melaju.
Di
malam yang dingin, Aira tak dapat tidur. Terbesit dalam benaknya akan tawaran
seorang dosen tadi pagi. Ia berpikir diterimakah atau ditolakkah tawaran dosen
itu. Jika ia tolak kapan lagi ia akan memiliki kesempatan kembali, jika
diterima bagaimanakah dengan pekerjaannya yang sudah dua tahun lamanya ia
jalani. Sungguh pilihan yang membingungkan baginya. Sedikit demi sedikit ia
mengingat akan mimpinya tuk jadi seorang desaigner ternama. Itulah sedikit
dorongan yang pada akhirnya membawa dirinya menerima tawaran itu.Di malam itu
pula ia memutuskan untuk menghubungi dosen yang ia temui pagi tadi. “ halo…
benar ini dengan bapak Iwan…”
“ Iya saya sendiri, ini siapa, ya?”
“ Saya Aira, pak. Pelayan toko itu, saya
menerima tawaran bapak untuk ikut test biasiswa di Universitas itu, pak”
“ O ya bagus, kalau begitu besok kamu bisa
temui saya di depan kampus, oke”
“ Iya, pak terimakasih”. Aira menutup
telponnya.
Dan
keesokan harinya, Aira pun bergegas untuk menemui dosen itu. “ pagi, pak…”
“ Iya, pagi. Aira???”
“ Iya pak…”
“ Oke ayo ikut saya ke dalam untuk mengisi
formulir terlebih dahulu”. Ajak bapak itu.
Setelah ia mengisi formulir itu, Airapun
keluar. “ Aira, jangan lupa tesnya hari selasa besok, oke”
“ Iya, pak. Kalau begitu saya permisi dulu,
dan kembali ke toko”
“ Iya hati-hati”
Di tengah perjalanannya ia berjumpa dengan
Arman, pria yang ia temui tempo hari.
“ Kamu Aira kan?”
“ Iya…”
“ Kuliyah di sini juga…”
“ Hach kuliyah, tidak. Saya tidak kuliyah…”
“ Terus….?”
“ Maaf saya permisi dulu…” Aira mempercepat
langkahnya.
“ Hey,tunggu…! Saya belum selesai bicara….”
Teriak Arman.
“ Ngapain, kamu teriak-teriak, Man???” tanya
pak Iwan, yang tak lain adalah pamannya sendiri.
“ Ech, om. Arman baru bertemu gadis cantik
dari Indonesia, om”.
“ Siapa namanya???”
“ Namanyaaaaa…. Siapa ya…. O ya aku ingat, om.
Namanya Aira. Orangnya cantik dan nampakya juga pintar….”
“ Oke oke,”
Hari
selasa pun tiba, Aira secepat mungkin melaju ke Universitas itu, untuk
mengikuti tes. Di hari itu pula pengumuman lolos pun akan diumumkan. Beberapa
jam kemudian tes pun usai dan tiga jam lagi pengumuman akan ditempelkan.
Sembari menunggu pengumuman, terlebih dahulu Aira menjaga tokonya. Dan tiga jam
kemudian ia mendapat telpon dari pak Iwan
“ kring… kring…kring”
“ Halo… ya pak Iwan. Iya??? Benarkah saya
diterima. Alhamdulillah, terimaksih pak”. Aira menutup telponnya.
Dan pada keesokan harinya ia sudah bisa
mengikuti pelajaran. Tak pernah disangkah olehnya bahwa tekad yang ia bawa dari
tanah air mampu membawanya ke jalan di mana ia bisa menggapai impiannya, tuk
menjadi desaigner hebat.
Disuatu
ketika Aira duduk sendiri di taman kampus dan tiba-tiba ia dikejutkan oleh
Arman “ boleh saya duduk di sini” Arman duduk di samping Aira.
“ Kok sendirian aja???” tanya Arman.
“ Cuma lagi pingin sendiri aja”. Jawab Aira
cuwek
“ Oke oke, kamu tinggal di mana di sini???”
“ Sorry, saya ada mata kuliyah. Permisi …!!!”
Aira beranjak dari tempat duduknya.
“ Ya Alloh, cewek ini bener-bener…! Tapi entah
mengapa hati ini terasa aneh setiap berjumpa dengannya”.
Ternyata apa yang dirasakan Arman juga
dirasakan pula oleh Aira. Sungguh koneksi yang luar biasa. Disetiap lamunannya
terbayang wajah Arman yang selalu muncul dalam hari-harinya, dan selalu
mengganggunya saat ada di kampus. “ Aduh kenapa sih dengan perasaanku ini…???”
“ Hay, ra…” “ Hay, ta”.
“ Kenapa, ra??? Kok kayak ada yang aneh
denganmu???”
“ Gak papa”.
“ Jatuh cinta ya???”
“ Sotoy ah kamu, ta..”
“ Kok sotoy sih??? Beneran ini, kamu itu
wajah-wajah orang sedang jatuh cinta. Udah ngaku aja…”
“ Mungkin bisa dibilang iya…”
“ Sama siapa???, ayo cerita…”
“ Gak mau…” “ Alaaaaaaaaaaah”.
Pagi
di musim dingin begitu sangat mencengkeram sampai ke ruas-ruas tulang. Tapi itu
tak memupuskan semangat Aira untuk pergi kuliyah. Dari kejauhan terlihat sosok
Arman yang berjalan berlawanan arah dengannya. Aira nampak tersenyum dan
menundukkan wajahnya. Dan Arman pu melihat Aira yang semakin dekat berada di
hadapannya, ia pun menyapa “Aira…, sendirian???”
“ Kelihatannya???” jawabnya kecut. “ Maaf saya
duluan…” aira mempercepat langkahnya.
“ Selalu saja begitu, sampai kapan kamu akan
menghindar terus dariku Aira, dan tak menganggapku tak penting???” Arman
melanjutkan langkahnya.
Sebenarnya jauh dari lubuk hati Aira tak ingin
melakukan hal yang mungkin sedikit menyakiti Arman. Tapi itu merupakan cara
baginya agar ia tidak tenggelam dalam lautan cinta sebelum ia menggapai
impiannya. Karena ia berpikir betapa sulitnya untuk bisa menggapai impiannya
itu, jika ia tak bersungguh-sugguh tak akan pernah ada kesempatan kedua yang
setara dengan sekarang.
Beberapa
hari kemudian saat Aira duduk terdiam di taman belakang kampus. Datanglah Aman
dan duduk di samping Aira “ boleh saya duduk di sini???”
“ O ya silahkan”.
“ Boleh saya bertanya dua hal padamu???”
“ Silahkan…”
“ Kenapa kamu bohong kalau kamu kuliyah di
sini juga, dan kenapa setiap kamu bertemu dengan saya, kamu selalu beranjak
dari hadapan saya???”
“ Mohon maaf, saya tidak bisa menjawab
pertanyaanmu”.
“ Kenapa???”
“ Jawaban pertama, bisa dijawab oleh om kamu,”
“ Oke, untuk jawaban yang kedua???”
“ Mohon maaf, saya ada mata kuliyah. Saya
permisi dulu…” Aira beranjak meniggalkan Arman.
“ Aira Aira dirimu semakin membuat dadaku
menyesak, entah perasaan apa ini yang telah ku rasakan. Rasa ini tak seperti
biasanya, mencekam mengusik khayalku. Apakah iya aku jatuh cinta kepadamu Aira.
Bidadari penyejuk jiwa”.
Rasa
penasaran Arman pun terjawab sudah. Tapi untuk pertanyaan pertamanya saja, dan
belum untuk pertanyaannya yang kedua. Ia tetap bersemangat untuk menjawab
pertanyaannya yang kedua.
Terlihat Aira yang berjalan bersama Nikita, “
ra, kenapa sich kamu kok cuwek banget dengan Arman???”
“ Memangnya kenapa???”
“ Ya seharusnya kamu jangan begitu laaaa,
kalau dilihat-lihat kayaknya dia suka tuh sama kamu”.
“ Mustahil, Ta”.
“ Gak ada yang mustahil, ra”.
“ Kamu tau sendiri, ta. Aku ini hanya rakyat
jelata, tidak pantas bersama darah biru”.
“ Kamu jangan membohongi dirimu sendiri, ra.
Aku tau kamu juga suka kan sama dia. Cinta tak memandang kaya atau miskin”.
“ Iya itu menurutmu, ta. Karena kamu tak merasakan
apa yang ku rasakan. Dan aku pun tak ingin merusak impianku hanya karena
cinta”.
“ Cinta datang diwaktu kapan saja, meski
kadang bagi kita itu bukan waktu yang tepat. Tetapi cinta selalu datang
menyelinap. Cinta tak pernah memandang bahwa kita berbeda atau tidak. Dan
perbedaan itu mampu bersatu karena cinta. Jadi jangan salahkan cinta yang datang
di waktu yang bagi kita tidak tepat, Aira. Aku benar-benar mencintaimu, tak
peduli kaya ataupun miskin. Bangsawan ataupun rakyat jelata. Di hatiku tetap
satu terimalah cintaku, dan simpanlah di hatimu”. Ucap Arman penuh pengharapan.
“Aku tak bisa…”
“ Aku tau, aku tau kalau kamu ingin
memfokuskan dirimu dengan impianmu. Tapi aku akan senantiasa menantimu sampai
impian itu tergenggam olehmu. Aku berjanji padamu, aku tak akan mengusikmu
sampai impian itu tercapai. Dan satu permintaanku, simpanlah dan jagalah
cintaku ini jauh dalam lubuk hatimu. Cintaku tak kan pernah rapuh tergilas oleh
apapun. Besok aku akan pergi meninggalkan kota romantis ini untuk melanjutkan
S2 ku di Jerman. Suatu saat cita itu dan cinta itu akan bersatu”. Arman
meninggalkan Aira.
“ Tunggu….!!!” Arman berhenti sejenak.
“ Cinta itu akan bersemayam di lubuk hatiku
hingga waktu itu tiba. Dan kutunggu saat-saat cinta itu bersemi”.
Arman tersenyum dan melanjutkan langkahnya.
Siapa
sangka waktu berputar begitu cepat senada dengan untaian-untaian yang terangkai
oleh jarak. Perasaan cinta yang semakin membara di hati keduanya hingga mampu
merangkai sajak-sajak rindu yang terpendam dalam jiwa. Tiga tahun lamanya
mereka terpisah oleh jarak dan waktu tanpa ada koneksi yang menghubungkan keduanya.
“ Emmmh, sibuk terus ya, ra???” sindir Nikita.
“ Bukan begitu, ta. Cuma aku pingin
cepat-cepat selesai aja biar aku bisa secepatnya pulang ke Indonesia. Sudah
tujuh tahun aku tidak pernah pulang”.
“ Oke, semangat ra. Orang tua kamu pasti
bangga banget melihat kamu yang sekarang”.
“ Tidak usah berlebihan, ta”.
Satu
minggu kemudian Aira pun pulang ke kampung halaman. Begitu pula dengan Arman ia
juga kembali ke Indonesia jau lebih dulu dari Aira.
“ Assalamu’alaikum…”
“ Wa’alaikum salam, Aira ya Alloh nak. Ibu
kangen banget sama kamu. Gimana nak kamu baik-baik saja kan?”
“ Iya bu, Aira baik-baik saja”.
Dan disaat makan malam ibu Aira berkata “ O ya
ra, kemarin ada seorang pria tampan yang kesini. Dia melamar kamu”. Aira
terkejut “ uhuk uhuk…”
“ Aduh pelan pelan, ra. Ini minum dulu”. Ibu
menyodorkan segelas air minum.
“ Siapa itu, bu? Namanya siapa?”
“ Namanya kalau gak salah Arman”.
“ Arman???????”
“ Iya Arman, kamu kenalkan?”
“ Iya bu…………”Aira pun bercerita banyak hal
tentangnya.
“ Kalau kamu sudah yakin ibu ya setuju-setuju
aja, ibu manut aja sama kamu. Lawong cita-cita juga sudah tercapai untuk jadi
desainer sekarang saatnya cinta yang harus kamu raih”. Nasihat ibu
Rasa
tidak sabar tuk berjumpa satu sama lain begitu sangat menyesak. Dan pada
akhirnya waktu itu tiba. Saat di mana mereka bertemu satu sama lain.
“ Assalamu’alaikum”
“ Wa’alaikum salam”
“ Maaf sudah menunggu lama”.
“ Selama apapun ku menunggu itu tak sebanding
dengan penantianku selama tiga tahun. Menunggu cinta dari cita seseorang yang
ada dihadapanku saat ini. saat cita itu tercapai kiranya adakah cela untuk menyisipkan
cinta yang ku titipkan di hatimu”.
“ Ku genggam cintamu dan ku simpan cintamu
bersama cita dalam jiwaku”.
“ Mungkin kamu sudah mendengarnya dari ibumu”.
“ Iya benar…”
“ Tapi maafkan aku, mungkin cinta itu akan ku
ambil kembali dari hatimu. Karena aku sudah mengikat janji dengan orang lain
atas keinginan orang tuaku”.
“ Apa??? Semudah itu kau melukaiku. Secepat
itu kau membuatku suka dan secepat itu pula kau membuatku terluka”.
Aira beranjak dan berlari meninggalkan Arman.
Sesampainya dirumah ia pun masuk ke kamar dan menguncinya rapat-rapat.
“ Pak, ada apa dengan Aira kok dari tadi tidak
keluar dari kamar”. Tanya bu Parti
“ Lho gak tau bapak, bu”. Jawab pak Kardi
“ Nduk, keluar dulu nak. Ayo makan, dari tadi
kamu belum makan sama sekali. Nanti kamu sakit lho!!!”
“ Aira tidak lapar, bu. Udah ibu sama bapak
makan aja”.
Hari
demi hari Aira terlihat murung, “ Ada apa sich, ra? Kok kamu uring-uringan
terus, nak?”
“ Tidak apa-apa, bu. Cuma kurang enak badan
saja”
“ Ke Dokter ya???”
“ Tidak usah,bu. Aira tidak apa-apa kok”.
“ Tidak apa-apa kok sampai kayak gini, tubuh
kamu panas sekali nak”. Tubuh Aira semakin melemas dan akhirnya pinsan “ Ya
Allah Aira, nak. Bangun nak!!!”
Dibawalah Aira ke Rumah Sakit.
“ Kenapa sih nak, apa yang terjadi? Kok kamu
sampai seperti ini?”
“ Bu, memang kalau rakyat jelata itu tidak
boleh bersama bangsawan??? Kenapa orang miskin selalu dianggap rendah, seperti
tak punya harga diri”.
“ Kata siapa,nak. Kita dihadapan Allah sama
saja”. Sahut seorang ibu
“ Anda siapa???”
“ Saya ibunya Arman, ra. Saya datang kesini
untuk melanjutkan niat baik anakku terhadapmu Aira. Tuk jadi pendampingnya.
Memang saya pernah menjodohkannya dengan seorang putri keraton. Tapi itu tak
sesuai yang saya harapkan, derajat martabat bukanlah jaminan dalam membina
sebuah hubungan. Seorang putri itu kabur bersama pacarnya saat hari H seminggu
akan dilaksanakan. Mungkin ini jalannya, kalau kamu adalah yang terbaik untuk
anakku”.
“ Terus kenapa Mas Arman tidak menemuiku???”
“ Dia masih menyelesaikan kontraknya di
Jerman. Sepulangnya dari Jerman dia akan langsung menikahimu”.
“ Alhamdulillah, memang jodoh tak kan kemana”.
Ucap pak Kardi.
Jika
cinta datang saat kita merangakai cita yang rumit. Rangkailah cinta itu pula
bersama cita yang kau genggam. Jadikanlah cita bersatu degan cinta bersatu padu
dalam balutan melodi kehidupan. Bukan cinta yang menghalangi cita bukan pula
cita yang menghalangi cinta. Jika sayapmu tergabung dari keduanya. Maka cinta
dan cita akan membuat duniamu lebih berwarna. Karena keduanya begitu sulit tuk
didapat dan ditaklukan.
#####SEKIAN#####
*Oleh: Sahabati Herwiningsih (Mahasiswa IAI Al-Qolam Malang Fakultas Syariah Semester IV)
Tag :
Cerpen
0 Komentar "Cita Dan Cinta"