Baru setelah arus reformasi
menguat dan Soeharto jatuh, timbullah keberanian itu. Keberanian makin kuat
setelah warga Simojayan, Kecamatan Ampelgading, membabat perkebunan PTPN XII
yang ada di sana, akhir tahun lalu, dan hasilnya aman-aman saja. Bahkan lahan
itu kini sudah ditanami jagung dan singkong. "Kalau warga Simojayan bisa,
tentu kami juga bisa," ujar mereka.
Meski tanpa bukti tertulis, warga Simojayan tak takut karena mereka
merasa bahwa tanah itu milik mereka, hasil warisan para pejuang yang pernah
bergerilya di sana. Merasa punya sejarah yang sama, didukung bukti tertulis,
warga Tirtoyudo pun menuntut pemerintah agar mengembalikan tanah seluas
431,3562 ha yang kini dikuasai PTPN XII itu. Tanggal 10 Juli 1998, warga
berkumpul untuk membuat surat kuasa.
Merasa
punya sejarah yang sama, didukung bukti tertulis, warga Tirtoyudo pun menuntut
pemerintah agar mengembalikan tanah seluas 431,3562 ha yang kini dikuasai PTPN
XII itu.
Selama
ini, warga merasa pemerintah berlaku tidak adil. Masalahnya, tanah seluas
431,3562 ha yang dikuasai PTPN itu, menurut dokumen, seharusnya sudah diserahkan
kembali kepada warga pada 1976. Dokumen juga menyebut, jika tak dikembalikan
tepat waktu, pengontrak dikenai denda tiga kali lipat penghasilan dan bisa
dituntut di depan pengadilan. Nyatanya, hingga 1998 PTPN masih menguasainya dan
pemerintah diam saja.
Dokumen tahun 1951 surat keterangan perjanjian kontrak tanah bekas perkebunan Belanda afdeling Kalibakar (sekarang bernama Tirtoyudo) antara warga dengan dua orang Belanda bernama Phychres dan De Craf.
Dokumen tahun 1951 surat keterangan perjanjian kontrak tanah bekas perkebunan Belanda afdeling Kalibakar (sekarang bernama Tirtoyudo) antara warga dengan dua orang Belanda bernama Phychres dan De Craf.
Warga benar-benar dicekam
rasa takut. Selain takut dituduh komunis, mereka juga takut bakal diculik.
Pasalnya, Senin, 24 Agustus 1998, ada tiga warga dan beberapa anak yang diculik
oleh orang-orang berbaju loreng. Saking takutnya, sampai-sampai banyak warga
yang tidak berani tidur di rumah. Untuk menjaga segala kemungkinan, siskamling
ditingkatkan. Tak hanya itu, beberapa jalan yang sudah terjal dan
berkelok-kelok itu dilubangi dan ditancapi kayu-kayu sehingga mobil tak bisa
melewatinya. Sebab, menurut warga, bila mobil bisa lewat, penculikan akan mudah
terjadi dan warga yang mengetahui tak bisa mengejarnya.
Sengketa
tanah perkebunan kalibakar itu mulai perseteruan lagi antara PTPN XII (persero)
dengan warga masyarakat Desa Simojayan, Tlogosari, tirtoyudo, Bumirejo dan
Kepatihan kecamatan Amperlgading, Dampit dan Tirtoyudo.
Pada
tahun 1998 masyarakat menggarap lahan tersebut dengan menanami tanaman
Holtikultura dan menggantikan kebun kakao milik PTPN XII
Tanah
tersebut habis dibagi-bagi, namun yang paling banyak menguasai adalah mereka
yang memiliki modal
Kawasan
Kalibakar sesungguhnya adalah kawasan konservasi di Malang selatan yang
seharusnya ditanami tanaman keras tetapi karena status yang bermasalah sampai
saat ini, masyarakat sampai sekarang memilih menanam tanaman musiman yang rawan
terhadap erosi yang mengakibatkan banjir.
Sektor
ekonomi masyarakat bisa terkendala apabila masalah dibiarkan karena lahan akan
semakin dikuasai pemodal dari luar.
Penyelesaian
masalah tersebut, masyarakat menginginkan dua opsi. Yang pertama sebagian
masyarakat menghendaki konsep pengelolaan lahan dengan pola kemitraan, yang
kedua sebagian lagi masyarakat ingin menguasai dan mengusahakan lahan
perkebunan Kali Bakar
Menarik
kesimpulan menelisik sejarah kasus lahan kalibakar tersebut, pada dasarnya konflik
itu merupakan permasalahan lama sejak pada zaman orde baru. Akan tetapi masih
belum bisa diselesaikan oleh pihak yang mempunyai tanggungjawab di pemerintah setempat.
Seperti DPRD Kabupaten Malang selaku wakil rakyat dan Pemerintah Daerah
Kabupaten Malang yang mengambil kebijakan dan selaku pelayan masyarakat di
tingkat daerah, harus lebih progresif untuk menghadapi kasus seperti ini, bukan
hanya bicara di media saja, melainkan menindaklanjuti atas sikap PTPN XII terhadap
masyarakat Kabupaten Malang.
Penulis : Rakyat Jelata Penuh Duka Lidah, Luka Resah, Suka Susah serta Lebih Rendah
Penulis : Rakyat Jelata Penuh Duka Lidah, Luka Resah, Suka Susah serta Lebih Rendah
Tag :
Opini
0 Komentar "Mengulas Sejarah Polemik Lahan Kalibakar"