Oleh: Muhammad Madarik*
PENDAHULUAN
Secara garis besar organisasi mahasiswa
terbagi menjadi dua, yaitu Organisasi Mahasiswa Ekstra (Omek) dan Organisasi
Mahasiswa Intra (Omik). Sebagaimana pembagiannya, ekstra merupakan kumpulan
anak-anak mahasiswa yang lebih banyak berkecimpung di pergerakan ranah publik,
meskipun arah pengembangan untuk mahasiswa tetap dijamah. Sedangkan intera
lebih fokus kepada keikutsertaan mengembangkan kampus lewat peningkatan
kreatifitas mahasiswa.
Di lingkungan IAI Al-Qolam Gondanglegi
sekarang ini hanya bercokol dua wadah berserikat bagi mahasiswa diluar kampus,
yakni PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) dan GMNI (Gerakan Mahasiswa
Nasional Indonesia). Dengan segala dinamika perkembangan organisasinya, kedua
tempat pergerakan mahasiswa itu tetap eksis di perguruan tinggi Malang selatan
tersebut hingga kini.
Dalam konteks organisasi diluar kampus inilah
yang sengaja dicoba untuk disorot oleh penulis dari aspek kiprah dan tingkat
rivalitas yang dipertunjukkan selama ini. Penting hal ini di angkat ke
permukaan, agar geliat masing-masing benar-benar mewarnai kehidupan mahasiswa
Al-Qolam untuk selanjutnya benturan kepentingannya yang dimainkan oleh keduanya
"asyik" untuk ditonton.
PANGGUNG TAK BERTUAH
Organisasi Ekstra yang wujudnya merupakan
bayangan kampus, dalam cermatan penulis seakan menjelma bagai sebuah busur yang
diancang menembak sasaran. Sementara ideologi yang pancang digambarkan sebagai
anak panah yang harus dilepaskan menuju titik sasaran. Di sini mahasiswa
aktivis dituntut memiliki tingkat kepekaan dan kejelian yang tinggi kapan harus
melepas dan dimana dapat menahan anak panah.
Dalam konteks konstelasi organisasi ekstra,
ilustrasi ini bisa diterjemahkan selain kepiawaian personal, juga leadership
seseorang dalam mempengaruhi teman-temannya sangat dibutuhkan. Di samping itu,
tentu saja kekompakan semua unsur dalam organisasi menjadi prasyarat yang tidak
boleh dinafikan.
Nah, di kampus hijau kita ini sudah bercokol
dua Omek yang sudah tidak asing lagi. Sejarah keduanya cukup lumayan panjang
dengan segala dinamika yang dialami, mulai dari pasang-surut, pergolakan
internal, sampai kepada keterlibatan mereka di berbagai kepengurusan atau forum-forum
sekelas cabang, wilayah atau bahkan nasional. Lihat saja misalnya, teman kita
sudah eksis di PMII Cabang Malang, dan GMNI Malang.
Singkat kata, teman kita sudah dikenal oleh
para aktivis mahasiswa kampus lain, bahkan acapkali kehadiran teman-teman kita
di antara mereka diperhitungkan.
Sayangnya, dalam momentum Pemira (Pekan Pemilu
Raya) 2016 di Al-Qolam yang lalu tak sepanas seperti yang dibayangkan penulis.
Selaku pihak yang dipasrahi menyertai teman-teman mahasiswa di dalam dinamika
perkembangan keorganisasian, sejauh perhatian penulis, memang sempat menguap
unsur kepentingan dalam gelanggang demokrasi ala mahasiswa itu. Tetapi karena
unsur kekuatan antar Omek dalam arena perebutan tampuk kepemimpinan organisasi
intera tersebut begitu sangat timpang, maka gelagat pertikaian di dalam KPUM
(Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa) hanya bagai "hangat-hangat tai
ayam" belaka. Pertikaian antar anggota KPUM itu berupa tarik ulur soal
persyaratan menjadi Presma BEM dan DPM.
Syarat yang dibuat KPUM berkenaan dengan
keanggotaan DPM di antaranya harus telah memiliki pengalaman berorganisasi di
BEM. Syarat ini cukup strategis untuk melumpuhkan langkah-langkah rival. Tetapi
karena salah satu unsur Omek yang terlibat di dalam KPUM mendominasi, akhirnya
unsur Omek yang lain benar-benar dibuat "mati kutu" untuk menghapus
persyaratan itu.
DI ANTARA KONSTALASI BEKU
Gesekan dua organisasi ekstra di kampus kita
ini tidak lagi "seru" untuk disaksikan. Lebih-lebih secara kuantitas
perbandingan keduanya bagai langit dan bumi. Begitu sangat terpaut jauh,
sehingga konfrontasi yang terjadi persis seperti "cicak vs gajah".
Sebab itulah, wadah berorganisasi ekstra bagi
mahasiswa sudah waktunya lebih bervariasi. Sehingga ke depan percaturan di
arena penguasaan dan dominasi betul-betul menarik untuk diapresiasi. Saling
mengadu strategi dan menghitung langkah dari masing-masing Omek menjadi
pertaruhan sampai dimana tingkat kecerdasan analisis mereka membaca situasi.
Dimulai dari peluang rekrutmen anggota, merebut DPM sebagai lumbung legislasi,
menguasai BEM sebagai area kebijakan, sampai setidak-tidaknya HMJ sebagai basis
menuai kekuatan. Sejujurnya, pergerakan mahasiswa aktivis berkelendan diantara
pusara organisasi intera itu untuk membangun dan membesarkan organisasi ekstra
yang digelutinya.
Pergulatan antar Omek akan menjadi dinamis dan
membuahkan kesan "menarik", tatkala rivalitas yang muncul tampil
berimbang, baik sisi tingkat kecemerlangan personal di dalam mengolah taktik
strategis bagaimana organisasinya mampu menempatkan kader-kadernya di pos-pos
penting Omik maupun dari segi kuantitas yang tergambar dalam jumlah massa yang
dimilikinya.
Ternyata di Al-Qolam belum tampak ada
pertumbuhan Omek yang mempunyai daya saing seperti yang diharapkan orang
semacam saya. Omek yang mengelilingi kampus hijau masih terlalu berat sebelah.
Satu pihak terdapat Omek yang gemuk dan terlihat perkasa dengan segala macam
pengalaman yang telah diserap dan mahasiswa organisatoris handal yang
dipunyainya, namun di pihak lain tumbuh Omek yang kurus-kering seakan tak lagi
memiliki energi mumpuni pada diri aktivisnya. Sehingga fakta yang nyata di
depan mata kita begitu menggambarkan sebuah konstelasi persaingan yang bisa
dianggap tidak hangat, dan malah menurut penulis begitu "beku".
Dari titik inilah, penulis selalu mengimpikan
tampilnya seorang mahasiswa aktivis yang berani dengan lantang mengobarkan
kata-kata lahirnya Omek baru. Sebagaimana dipahami bersama bahwa jiwa mahasiswa
sejatinya terus menerus menggelegar menyuarakan ketidakadilan. Lihatlah bagaimana
Soeharto pada tahun 1998 yang lewat harus terguling dari kursi kepresidenan,
tidak lain disebabkan oleh para mahasiswa sebagai ujung tombak demonstrasi.
Cuma sayangnya, hanya sekelas institut di pinggiran kota, hingga sekarang masih
belum ditemukan sosok anak muda yang mampu mengibarkan bendera bulan bintang di
antara Omek lain.
Andai saja salah satu Omek bisa dilahirkan di
antara dua Omek yang sudah ada, tentu papan petak catur akan dipenuhi oleh
beragam langkah-langkah, adu strategi dan bahkan lompatan mematikan. Saat
itulah pentas organisasi intera di perguruan tinggi berbasis pesantren ini akan
menjadi kawah candradimuka bagi aktivis
kampus yang mendewasakan, dan tentu bakal ramai oleh pergumulan yang "
mengasyikkan".
* Penulis adalah salah satu staf pengajar IAI
Al-Qolam Gondanglegi.
Tag :
Opini
0 Komentar "MERINDU OMEK ASAL JOGJA"